Selasa, 08 September 2009

Kota Terlarang : Pusat Kosmos Kekuasaan Wonosobo

Peran sebuah wilayah pemerintahan tak akan lepas dari pusat kendali pemerintahan tersebut. Pada era kerajaan dahulu pusat pemerintahan ini sering disebut dengan Istana, Kedhaton yang ditempati oleh Raja dan keluarganya, sedangkan Kadipaten, Katemenggungan merupakan pusat pemerintahan di bawah kekuasaan para raja. Kawasan pusat pemerintahan dimasa silam sering dianggap sebagai pusat kosmos kekuasaan yang sakral dan penuh dengan perlambang. Sebagai kawasan yang sakral dan sensitive di masa silam kawasan ini menjadi daerah terlarang;forbidden city.

Kabupaten Wonosobo yang terletak di tengah Pulau Jawa ,pada tahun 1830 terjadi boyong kori pusat pemerintahan dari Plobangan Selomerto menuju Kota Wonosobo yang diperintahkan oleh Bupati I Wonosobo versi Leiden Belanda yaitu Tumenggung Setjonegoro. Sebagai pusat kosmos kekuasaan di Wonosobo, aturan peninggalan Kerajaan Mataram masih diberlakukan sehingga kawasan ini menjadi kawasan steril, hanya yang mempunyai ijin dan kewenangan yang boleh memasuki kawasan Pendopo Kabupaten.

Pringgitan

Menurut versi rakyat , lingkungan pendopo dan sekitarnya diatur dan di tata oleh para pendiri Wonosobo yaitu Kyai Walik, Kyai Karim, dan Kyai Kolodente. Kyai walik dianggap paling dominan dalam menata tata kota dan pemerintahan. Menurut versi lain sebenarnya kawasan Alun-alun sekarang pada abad 18 masih berupa tanah pertanian yang hanya terdapat bangunan pemerintahan kecil. Kyai Kolodente menurut versi ini berjasa besar mengalirkan aliran air Sungai Serayu memasuki Kota Wonosobo guna mengairi sawah pertanian di sekitarnya. Kyai Kolodente berpangkat Ulu-ulu. Banyak versi memang.

Pusat pemerintahan Wonosobo sendiri mempunyai beberapa titik tempat antara lain Alun-alun dengan Ringin Kurungnya ,Paseban Barat dan Paseban Timur, Pendopo, Pringgitan, dan Dalem Katemenggungan (sekarang Rumah Dinas Bupati). Masing-masing memiliki fungsi dan perlambang sendiri-sendiri.

Di era sebelum kemerdekaan, rakyat yang akan sowan kepada Bupati Wonosobo harus menunggu di Paseban sampai memperoleh ijin menghadap. Jika sudah mendapatkan ijin baru boleh diperkenankan masuk konon dengan ‘mlaku ndodok” atau jalan dengan jongkok sampai ke Pendopo Kabupaten. Jarak antara Paseban ke Pendopo sekitar 100 Meter.

Posisi titik tempat yang ada di sekitar Pusat Kekuasaan Kabupaten Wonosobo dapat dikatakan berbentuk trisula yaitu tiga mata trisula dilambangkan dengan Paseban Timur, Ringin Kurung dan Paseban Barat. Kemudian muara trisula dilambangkan dengan Pendopo Kabupaten, sedangkan “bonggol” atau pegangan trisula dilambangkan dengan Pringgitan, Dalem Katemenggungan, Pendopo Belakang (sekarang), dan gerbang belakang dimana semua tempat itu mempunyai pintu yang sejajar lurus sejak mula Pintu masuk Pendopo, pintu keluar pendopo menuju Pringgitan, Pintu masuk Pringgitan, Pintu masuk Dalem Katemenggungan, Pendopo Belakang, sampai dengan pintu gerbang belakang.

Dimasa silam posisi Alun-alun menjadi sangat strategis dan merupakan salah satu tolok ukur keberlangsungan suatu wilayah pemerintahan. Apabila Alun-alun sudah dimasuki musuh maka Dalem Katemenggungan akan segera berkemas untuk meloloskan diri karena dalam beberapa saat wilayah ini akan jatuh ketangan musuh. Oleh karena itu dibanyak kalangan terutama yang masih teguh melaksanakan hukum dan budaya Jawa, Alun-alun masih menjadi lambang kewibawaan sebuahpemerintahan sampai era modern sekarang ini.

Ruang Welheim

Sekitar Tahun 1860-an Pendopo Kabupaten Wonosobo pernah rusak parah karena terkena gempa bumi dan di era perang kemerdekaan pernah pula hancur karena di bom oleh Pesawat Udara Bala Tentara Jepang. Pada Tahun 70-an Presiden Republik Indonesia waktu itu Soeharto mangadakan pertemuan denganPerdana Meneteri Australia Welheim di Rumah Dinas Bupati Wonosobo. Ruang pertemuan ini kemudian disebut dengan Ruang Welheim yang saat ini menjadi tempat untuk menemui tamu-tamu penting.

Kamar Presiden (VIP I)

Disebelah Ruang Welheim terdapat beberapa kamar yang dimana salah satunya dulu disebut Kamar Kepresidenan dimana Presiden Republik Indonesia era 70-an Soeharto pernah menginap di kamar tersebut. Kamar Kepresidenan ini saat ini disebut Kamar VIP 1 dimana Mantan Presiden Repiblik IndonesiaAbdulrahman Wahid sering singgah dan menginap di kamar itu. Di ruang ini sebenarnya terdapar lorong bawah tanah yang tembus ke luar lingkungan pendopo dengan tujuan untuk jalan melarikan diri jika terjadi bahaya. Saat ini lorong tersebut ditutup oleh pasir di bawah lantai di ruang Welheim. Yang terlihat tinggal lubang udara di dekat pintu masuk pringgitan.

Menurut cerita di jaman Perang Kemerdekaan , di Rumah Dinas Bupati dibangun shelter atau lubang perlindungan (bunker) untuk berlindung dari serangan udara, namun bekasnya saat ini sudah tidak terlihat lagi.


Pilar Pringgitan

Setelah reformasi. Wilayah Pendopo Kabupaten menjadi lebih terbuka untuk masyarakat. Sekarang ini menjadi Kantor dan Rumah Dinas Bupati Wonosobo. Walaupun sudah memasuki era modern Pendopo Kabupaten Wonosobo sebagaimana situs sejarah lain mempunyai banyak legenda maupun mitos. Banyak kalangan yang menganggap wilayah ini masih wingit sehingga tidak boleh sembarangan jika berada di lingkungan ini. Konon para Bupati Wonosobo yang tinggal disana harus mempunyai visi yang benar dan lurus sehingga mampu memerintah dengan baik serta kuat.


Pilar yang konon dahulu diketemukan jazad Prajurit Jawa

Pilar-pilar yang ada di Pringgitan berdiameter kurang lebih 1 meter yang dalamnya berisi pasir. Beberapa mitos yang menarik adalah adanya ”soko” pilar-pilar di Pringgitan yang sedemikian besar konon didalamnya terdapat mayat manusia. Mitos ini diceritakan oleh orang-orang yang telah lama berdinas di Pendopo Kabupaten. Berpuluh tahun yang lalu ketika diadakan pemugaran dua pilar di depan pringgitan diketemukan sisa jasad manusia di kedua pilar dengan baju pakaian Jawa yang masih lumayan utuh. Kemudian jazad itu dimakamkan disekitar Pendopo Kabupaten. Keberadaan jazad tentunya sulit dibuktikan karena harus membongkar pilar yang lain untuk membuktikan, namun inilah mitos yang menjadi bumbu rasa sebuah peninggalan bersejarah.

Perlu adanya usaha dari pihak-pihak yang berkopenten untuk mengumpulkan data sejarah dan data pendukung lainnya yang lebih valid sehingga peninggalan bersejarah ini tetap langgeng dan mempunyai nilai historis kebangsaan yang bisa dikenang dan dibanggakan.(bimo:jatiningjati.com, foto : Humas : Pendopo Malam , Jatiningjati.com:inside Pendopo )


2 komentar:


  1. Hello friends, how is all, and what you would like to say concerning this article, in my view its genuinely remarkable in favor of me. capitalone.com login

    BalasHapus
  2. whoah this weblog is wonderful i like studying your articles. Keep up the good work! You know, many persons are hunting round for this information, you can aid them greatly. itunes login

    BalasHapus